Sunday, March 26, 2017

Pangandaran Trip By Kristin Aritonang


                Memutuskan untuk liburan adalah salah satu cara agar tetap waras ditengah sibuknya dunia pekerjaan. Sesuai dengan motto dari tripaddicts “Jalan-jalan itu bikin lo kecanduan” dan memang benar saya kecanduan traveling, kemana saja. Selain menyenangkan, traveling juga bisa dibilang mengembalikan energi yang terkuras selama beraktivitas. Kali ini liburan bareng @tripaddicts ke Pangandaran.



Trip Addicts
  1. Green Canyon
Tujuan pertama adalah Green Canyon. Setelah menempuh +/- 12 jam perjalanan dari Jakarta ke Pangandaran dengan menggunakan ELF, main air sepertinya menjadi pilihan yang tepat. Sarapan di batu karas yang lokasinya tidak jauh dari meeting point untuk body rafting.




Team Green Canyon

Persiapan pertama, menggunakan perlengkapan body rafting dimulai dari pelampung, sepatu karet yang disediakan (standar untuk body rafting), pelindung lutut dan helm. Dari tempat meeting point, kami menggunakan mobil bak terbuka menuju lokasi pendakian. Waktu yang diperlukan sekitar 20 menit, dilanjutkan dengan naik turun bukit selama 15 menit.


Our Happy faces

Sabtu, 18 Maret 2017 pukul 10.00 WIB dibuka dengan briefing tentang hal-hal yang perlu diperhatikan selama body rafting oleh pemandu. Berbeda dengan rafting yang menggunakan perahu sebagai medianya, body rafting menggunakan tubuh sendiri untuk terapung di air.

Saat sampai start, ternyata saya harus melompat ke air dari atas batu yang tingginya 2 meter. Lemes!!!! Baru saja sampai dan harus langsung lompat. Deg-degan banget. Percayalah untuk saya yang suka main air tapi nggak bisa berenang, di suruh lompat itu sangat menakutkan. Tapi masa balik lagi ke atas?!? malu dongggg. Dan saya pun lompat, blup blup blup…. Thanks to pelampung yang membawa saya naik ke permukaan. Berenang sekitar 3 meter, naik ke batu dan saya harus lompat lagi. Kali ini dengan arus yang lebih kencang dari sebelumnya. Takut? tentu saja. Bahkan saya beberapa kali berdoa dan lutut lagi-lagi terasa lemas. Disemangati oleh teman-teman, yang nasibnya nggak beda jauh dengan saya. Nggak bisa berenang, selalu panik kalau ketemu air but we make it happen! Saya berhasil untuk kedua kalinya. Naik turun batu, terbentur sana sini. Membiarkan arus air membawa saya menepi untuk mendarat sejenak. Mempercayakan rekan didepanmu untuk memimpin menyusuri sungai. Naik ke atas batu yang tingginya 7 meter dengan bantuan tali dan kerjasama teman-teman. Kurang lebih saya harus lompat 15 kali dari batu yang tingginya beragam. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke finish sekitar 5 jam. Lama juga yah perjalanannya. Lelah tapi nggak berasa.



Pemandangan yang disuguhkan membayar semua perjuangan selama 5 jam dengan semua gaya lompatan. Bagus banget, indahnya ciptaan Tuhan dan saya tinggal menikmati. Ada batu yang tingginya 5 meter, bentuknya menyerupai payung sehingga disebut batu payung dengan pantulan sinar matahari menghasilkan pelangi, so beautiful.


Can you see the rainbow ?

Kalau ada yang tanya, what do you feel? So Proud of my self! Saya berhasil mengalahkan rasa takut. Takut tenggelam, takut terbawa arus, takut celaka dan takut lain-lain. Karena body rafting ini, rasa takut itu sebenarnya kita sendiri yang buat. Saat saya bilang bisa, maka saya bisa. Saya yakin berhasil, maka berhasil akan diraih. Dan jangan lupa ada orang-orang disekitarmu. Dan hmm satu lagi, saya berhasil keluar dari posisi nyaman hanya menonton orang bermain air, tapi saya menikmati bermain air. So Happy.  



Pernah ada yang bilang
“Kok mau sih ikutan body rafting?”
“Kok berani banget?”
Untuk cerita ke anak cucu hahaha. Untuk saya, setiap traveling punya sensasi, cerita sendiri dan yang penting saya happy melakukannya. Selera mungkin kata yang tepat, selera liburan saya ya begini salah satunya hahaha. It’s me and you… ?

  1. Batu Karas
Batu karas adalah salah satu pantai yang ada di Pangandaran. Sayangnya cuaca nggak terlalu bagus saat itu. Hujan sepanjang hari. Jadi jadwal melihat sunrise nggak terpenuhi. Hanya jalan-jalan pagi disekitar pantai.

  1. Pantai Batu Hiu
Pantai lain yang dikunjungi adalah pantai Batu Hiu. Ombaknya lumayan besar. Sehingga sedikit sekali yang main disekitaran pantai. Ada bukit yang kita naiki dan bisa melihat pantai dari atas. Kenapa dibilang pantai Batu Hiu? Alasan pastinya sih nggak tau ya, tapi ada monumen/patung ikan hiu yang bertengger ketika memasuki kawasan ini. Cukup oke untuk hunting photo.






  1. Citumang
Selain Green Canyon, Citumang bisa jadi salah satu tujuan body rafting. Nah, Citumang juga menjadi tempat body rafting kedua rombongan saya kali ini. Arusnya cukup tenang tidak sederas Green Canyon. Lama body rafting disini kurang lebih 1 jam. Apa tetap ada adegan lompat ? Tentu saja ada. Tidak sebanyak di Green Canyon. Ada air terjun kurang lebih 3 meter dan harus lompat dari sana. Gimana kalau nggak mau? Kalau nggak mau berarti kamu nggak bisa pulang hahaha.
Ada bagian naik ke atas menggunakan ranting-ranting pohon sekitar 9 meter dan melompat. Nah, kalau yang ini bagi yang mau saja.


Team Citumang



Apa saja sih yang perlu dipersiapkan untuk body rafting? Sebenarnya sih nggak perlu persiapan yang gimana-gimana. Cukup mempersiapkan diri untuk lompat saja J. Dan satu lagi, karena ini sungai yang nggak terlalu bersih, buat teman-teman yang memiliki kulit sensitive lebih baik membawa sabun antiseptic atau sejenisnya supaya terhindar dari bentol-bentol yang agak mengganggu.

You can visit www.kristinaritonang.com for another article

Kalau kalian mau jalan-jalan kesana bisa menghubungi tour yang saya pakai nih @tripaddicts harganya ramah banget di kantong.

Biaya all in one Pangandaran Trip 750K/orang.



                

Wednesday, March 1, 2017

Jakarta Undercover by Kristin Aritonang

               Film yang diangkat dari novel yang berjudul sama karya Moammar Emka baru release tanggal 23 Februari 2017. Sebuah karya yang menguak sisi lain Ibu kota. Buat saya sih film ini agak beda dari film yang lain. Dunia malam yang lekat dengan sex dan narkoba, pencarian jati diri, persahabatan, kejujuran sampai pengorbanan ditampilkan dengan apik. Film yang di sutradarai oleh Fajar Nugros ini cukup berhasil menampilkan kebebasan dunia malam di Jakarta.



                Adalah Pras (Oka Antara) seorang perantauan yang bekerja sebagai wartawan. Dikejar deadline sebuah berita tiap harinya oleh Bossnya (Lukman Sardi). Tinggal di lorong rusun yang kumuh, sempit, tanpa jarak. Pras yang hampir wara-wiri dari awal sampai akhir aktingnya tidak usah diragukan lagi. Berkolaborasi lucu dan gemesin saat bersama Awink (Ganindra Bimo) seorang pria feminim yang terpaksa meninggalkan mimpinya untuk sekedar bertahan hidup di Ibukota, memilih bekerja sebagai penari striptis disebuah klub malam. Kelamnya Jakarta membawa dunia baru bagi Pras. Bertemu seorang model namun terjebak dalam dunia prostitusi lagi-lagi untuk bertahan hidup. Dia adalah Laura (Tiara Eve), berjuang untuk dirinya dan keluarga setelah ayahnya di penjara karena korupsi, ibunya yang sakit-sakitan dan menanggung hidup adiknya.
Yoga, seorang bandar narkoba (Baim Wong) yang nyaris mati diselamatkan oleh Pras tanpa alasan dan tanpa imbalan. Membawa mereka dalam ‘persahabatan’ dengan pegkhianatan.

                Set yang dipilih cukup baik, merepresentasikan apa yang ingin script writer dan sutradara sampaikan. Karakter yang paling mencuri perhatian adalah Awink dan Yoga. Pria feminin yang seolah terjebak dalam tubuh pria macho terasa begitu real. Setiap gimmick, dialog, ekspresi yang ditampilkan sangat sesuai porsi dan terasa natural.
Bahkan scene kejujuran Awink pada Pras adalah bagian favorit. Tidak banyak kata-kata tapi kejujarannya sangat terasa.
“Ganteng….” (Pras menoleh).
“ Nama saya yang sebenarnya, Fajar.” (Awink)

Yoga yang meletup-letup, penuh emosi sangat tepancar dari wajah yang disuguhkan oleh Baim Wong. Sisi sedih dengan menangis (adegan di ruangan dengan berdua dengan Pras), terasa natural dan ‘dapet’ banget kesepian dan kesedihannya.
Tio Pakusadewo yang muncul diakhir cerita tanpa banyak dialog. Eksekusi perannya sebagai pejabat yang haus ‘wanita’ dengan ekspresi mendominasi terpancar banget. Kualitas aktingnya memang juara.

                Ada beberapa adegan yang menggantung. Apa yang terjadi antara Pras dan Yoga selanjutnya tidak diceritakan sehingga terasa tidak tuntas. Bagian akhir antara Pras dan Laura. Kesedihan Pras yang teralihkan ketika dia berkata kangen dengan berteriak. Ketika dikatakan sampai dua kali jadi berasa agak lucu. Rasa sedih yang kurang ter-deliver dari Laura. Entah karena ekspresi atau tangis yang dipaksakan.

                Tetapi secara keseluruhan, film Jakarta Undercover berhasil menggambarkan kehidupan kelam secara nyata. Satu karya lagi yang membuktikan film Indonesia semakin berkualitas. Bravo to all casts and team.