Film ini sebenarnya rilis 2
tahun lalu, juni 2014. Mungkin ‘agak’ telat bagi saya nonton dan mereview. Tapi, film ini cukup menarik
jika di kupas dari berbagai sudut pandang. Kota dimana saya tinggal dari 5
tahun kebelakang sampai saat ini. Kota yang merepresantasikan life style kota Jakarta dengan berbagai
ilusi, tujuan, keangkuhan, kemajuan, kesibukan, kecanggihan dan segala hal lain
yang terduga maupun tidak. Well,
inilah reviewnya :
source google
Film
Selamat Pagi, Malam atau dengan judul lain “In
The Absence of the sun” sebuah karya dari Lucky Kuswandi sebagai penulis
dan sutradara. Film ini menceritakan tentang realita kehidupan di Ibu kota
Jakarta dengan segala hal yang complicatied
didalamnya. Digambarkan dalam kehidupan 1 malam oleh 3 orang wanita. Gia, yang
diperankan oleh Adinia Wirasti, seorang
wanita yang udah lama banget tinggal di New York tapi akhirnya kembali ke
Jakarta tanpa alasan dan tujuan yang pasti. Naomi, yang diperankan oleh Marissa Anita. Seorang Art student saat di New York,
tapi meninggalkannya ketika dia kembali ke Jakarta. Dira Sugandi, yang mewarnai film ini dengan perannya sebagai Sofia,
seorang penyanyi di klub yang menjadi paginya setiap malam. Dayu Wijayanto (nama yang masih asing
bagi saya) berperan sebagai Cik Surya, seorang wanita paruh baya yang di
tinggalkan dalam kemarahan perselingkuhan suaminya.
Menurut
saya film ini cukup berani karena mengungkap beberapa hal yang mungkin tidak
biasa untuk dibahas. Dunia kelam yang
terjadi di ibu kota, kehidupan malam yang ‘melekat’ dalam keseharian orang-orang
yang mencari kehidupan dalam malam yang menjadi sebuah pagi bagi mereka.
Gia,
yang adalah mantan pacar dari Naomi yang lebih dahulu kembali ke Jakarta dipertemukan
dalam sebuah malam yang seolah tak berujung, membawa mereka kembali ke dalam
kenangan masa-masa di New York, yang juga membahas tujuan Gia kembali ke
Jakarta. Peran yang dilakoni oleh Adinia Wirasti ini, berhasil menyampaikan
kebingungan yang terjadi pada dirinya. Tanpa tujuan, tidak siap terhadap
perubahan yang dia sudah temui sejak kepulangannya ke Jakarta. Marissa Anita yang menjadi Naomi sebagai
lawan main Gia, berhasil mengambarkan seorang wanita metropolitan yang
menenggelamkan dirinya ke dalam hingar bingar kehidupan Jakarta. Hidup dengan 2
gadget, duduk bersama dalam meja
makan tanpa bicara, peran lawan bicara terganti oleh smartphone. Kehidupan yang penting eksis, tanpa kejujuran
kebahagian yang terpancar dalam sebuah jepretan kamera.
Cik
Surya, dengan kemarahan yang memenuhi isi kepalanya malah jatuh kedalam tawaran
dunia malam yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya.
Singkatnya
malam yang membawa kehidupan 3 wanita kepada kehidupan masa lalu, atau tujuan
baru didepan. Lucky Kuswandi berhasil
memberikan kebebasan bagi penonton untuk menutupnya dengan segala kemungkinan
yang bisa terjadi di Jakarta.
A city of confusion
A city of disconnection
A city of reconnection
No comments:
Post a Comment