Sunday, May 30, 2010

berkat by : Diana Wardani


Jika kita dapat menghitung berkat dari langit...betapa hebatnya kita...
Berkat, bagai air hujan yang melimpah turun ke bumi dengan sekehendaknya, mana mungkin kita dapat menghitung pilar-pilar dan mahkota-mahkotanya?
Jika berkat yang setiap saat harus kita terima, adakah yang dapat menghentikan lajunya?
Pun dengan kecelakaan yang tak kita harapkan sedikitpun...

Jalan kita sudah tersedia, tak ada yang dapat menolaknya...
Jika saja kita bisa memperbaiki keadaan yang paling sulit sekalipun, dapat ditukar dengan satu detik lari jauh...

Jalan kebaikan dan kesusahan akan senantiasa ada
Menyapa seluruh kehidupan kita...
Akan ada jalannya, jika kita memang harus berjaya, setelah lelah berjerih payah
Lelah letih kita yang akan tampak berkatnya
Namun jangan lupa, jalan kehancuranpun selalu mengintai, jika kita lengah barang sedetikpun...
http://www.meworldwords.blogspot.com/

Monday, May 24, 2010

kopi by : Alin Shagala



Sengaja kubuatkan dua cangkir kopi diatas meja yang sedari tadi kutatap..
Aku menunggu disini untuk menikmati kopi bersama..
Namun kehadiranmu tak kunjung tiba..
Apakah kamu lupa untuk ada disini, atau kamu memang melupakannya?
Atau apakah kamu sudah tidak menyukai kopi? Tidak mungkin..
Kita telah sama-sama mengenal, dan kita sama-sama mengenal kenikmatan dalam kopi
Namun, kopi itu telah menjadi dingin..karena kehadiranmu terlalu lama
Apakah aku harus tetap menunggumu dengan kopi yang dingin ini..
Dengan lapang, kubuang dua cangkir kopi ini..
Dan kuulangi untuk membuat dengan satu cangkir kopi saja..
Maaf jika aku tidak menunggumu lagi, karena mungkin hari ini kamu tidak akan hadir..
Kunikmati kopi ini seorang diri dalam ruangan yang begitu sejuk meski tidak sesejuk keadaanmu..
Semoga besok kita masih bisa menikmati kopi bersama..
(untuk teman ngopi, yang hari ini tidak masuk kerja karena sakit,bukan karena minum kopi : )

Thursday, May 20, 2010

TEDDY BEARKU : Cintanya Hingga Akhir Hayatnya by : Diana Wardani

Banyak orang menganggap bahwa dunia maya adalah sebuah ruang yang mengerikan.
Entah apa yang ada di benak mereka sehingga akhirnya punya anggapan seperti itu tentang dunia maya. Akupun tidak berusaha untuk mencari tahu lebih lanjut tentang anggapan tersebut.
Orang boleh-boleh saja berpendapat demikian, tetapi tidak bagiku. Dunia maya telah memberi warna dan kesan tersendiri dalam hidupku, dalam keseharianku.
Bagiku, dia cukup friendly.... Terbukti, aku bisa menjalin sebuah hubungan kasih dengan seorang pria asal Boston Amerika.
Aku sering memanggil dia dengan sebutan Teddy-Bear, yang kelak akan menjadi sebuah nama panggilan kesayangan buatnya. Dia sering berkata padaku untuk menjadi seorang wanita, bukan menjadi seorang gadis. Itu dia tekankan, karena perbedaan usia yang sangat jauh. Aku 22 dan dia 49. Meski demikian, itu bukan menjadi sebuah penghalang yang berarti buatku... Dia bisa menjadi sahabat, kekasih, dan seorang ayah buatku.
Seiring berjalannya waktu, pengorbanan demi pengorbanan telah banyak kulakukan demi menjalin hubungan ini. Selayaknya seorang kekasih, aku selalu berusaha untuk memberi yang terbaik buat dia, sesuai kemampuanku, karena aku telah cukup tau bahwa niat dia baik, dan aku yakin dengan kata hatiku.
Kangen..... menjadi sebuah rasa yang sangat menyiksa dan menyakitkan. Terkadang, jika terjadi misunderstanding, aku juga tidak dapat melampiaskan betapa aku sangat marah padanya. Dengan keterbatasan yang ada, aku harus bisa mengatur perasaanku, dan smart dalam menjaga hati, pikiran, dan diriku.
Memang tidak mudah, tapi ini menjadi resiko buatku.....karena aku juga ingin menjadi seorang wanita seperti yang dia inginkan.
Dia sempat berencana datang ke Indonesia untuk menemuiku, dan untuk lebih intens lagi, dia juga berencana untuk menyewa apartemen di Indonesia selama 7 bulan, sehingga kami bisa saling mengenal dengan lebih baik lagi.... Aku senang sekali mendengarnya... keyakinanku dengannya pun, semakin besar...
Tapi apa yang direncanakannya gagal, karena dia sakit....dan aku juga tidak mau merepotkan dia....
Kujalani kembali hari dengan seperti biasa...sampai 3 kali dia berjanji untuk datang menemuiku, tak pernah satu kali pun yang terwujud.... Betapa aku telah capek dan lelah dengan apa yang kujalani ini. Keyakinan yang telah tumbuh, makin lama makin pudar...tapi aku harus kuat...aku harus menjadi seorang wanita, seperti yang dia inginkan....
Waktu terus berjalan... sampai saat usia pacaran jarak jauhku menginjak 9 bulan, datang berita lewat FB, bahwa dia meninggal dunia.... Adiknya mengabariku, bahwa dia meninggal dengan keadaan sedang memeluk fotoku.....
Perasaanku hancur....aku marah, sedih, kecewa, dan tak tahu harus berbuat apa... Air mataku demikian meleleh, semakin lama semakin deras, dan tak mau berhenti....
Mengapa semua terjadi begitu cepat....Mengapa semua terjadi.....? Aku merasa berdosa padanya...karena selama ini sempat terlintas bahwa dia telah membohongiku karena dia selalu membatalkan rencananya... Ternyata, dia memang membohongiku dengan tidak memberi tahu aku, bahwa dia punya penyakit jantung....
Ya Tuhan....... Dia meninggal sehari setelah dia chating denganku.... Waktu itu, dia bilang capek.... dan diapun tidur..... ternyata dia tidur dan tak akan pernah bangun kembali....
Dia meninggal hari sabtu, 29 Agustus 2009.... Dan sebentar lagi, dia akan memenuhi janjinya, datang kepadaku, meski hanya sebagian dari abunya saja....
Kesedihan yang tak bisa diungkap dengan kata-kata...... Aku hanya berusaha untuk pasrah dan berdoa untuk keselamatannya. Aku akan berusaha kuat, karena hidup harus tetap berjalan..... Meski masih banyak rencana yang masih belum terwujud, tapi aku yakin, bahwa rencana Tuhan lebih indah daripada rencanaku dan rencananya.
Di sini, aku hanya mau bilang, bahwa sebuah rasa, walau dari manapun asalnya, caranya, dan lewat media apapun juga, adalah sebuah kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Hargai itu, sebagai sebuah anugerah yang tak ternilai........
My Teddy-Bear, loved me till the end of his time....... and he was really prove it to me....

T a m a t
Satu pelajaran yang telah diberikan kepada kita, melalui setiap peristiwa yang menghampiri hidup kita, bahwa memiliki positive thinking itu sangatlah penting.
Berpikir secara positif memang terkadang susah untuk dilakukan. Kita harus menghalau keinginan diri sendiri dan meredamnya menjadi sesuatu yang membuat orang lain tenang.

Monday, May 17, 2010

Mungkin Aku Salah

Awal yang manis saat kujumpa
Tak ada yang tak baik
Sekilas dari dirimu
Tak perlu banyak waktu bagiku
Tuk mengerti siapa kamu
Santun lakumu, lembut tutur katamu
Selalu indah kudengar suaramu
Selalu manis kulihat pancaran wajahmu
Tak ada keluh kesahmu dihadapanku
Hingga burung-burung diudara mengabarkan berita
Ya berita keluhanmu tentangku
Suatu yang pahit keluar dari bibirmu
Suatu yang t’lah buatku terdiam
Suatu yang tak kusangka namun kau lakukan padaku
Mungkin aku salah, tapi mengapa kau tak bicara
Mungkin aku salah, tapi mengapa keluhanmu hanya dibelakangku
Jika aku salah, maafkan aku
Mungkin terlalu cepat kunilai dirimu
Dan aku salah tentangmu
Awal yang manis, tak semanis akhirnya
Namun akhir seperti ini yang kamu pilih
T’rima kasih tuk semua yang kau beri
Walaupun singkat…
Tapi kau t’lah mengajariku tuk lebih bijak J
By. Itin tonang
..17.05.2010..

Saturday, May 15, 2010

5 Menit dalam hidupku by : Leny Valenia

“fiuhh..” capek juga pikirku ..dalam pikiranku, perasaanku kok rasanya hari ini cepat sekali berlalu.. padahal baru saja aku menjalani rutinitas hari ini dan pergi ke mall untuk refreshing sebentar..tapi tidak sia-sia,,saya menemukan beberapa barang yang memang sedang ku incar beberapa waktu yang lalu,,
Dalam perjalanan pulangku melihat seorang anak laki-laki sedang bernyanyi di depan para pengunjung yang sedang makan malam di pinggir jalan ..alias ngamen,,, dia hanya memegang sebuah aqua gelas dengan beberapa uang receh didalamnya yang digunakan sebagai alat musik baginya,, sambil bernyanyi salah satu lagu band Indonesia yang sedang ngetop, walo saya akui , suaranya masih dibawah rata-rata suara biduan pemusik yang paling standar sekalipun ..
Tapi tersirat dalam pikiranku ,, saya bangga pada anak itu,,dia memakai cara yang bener dalam mencari uang,,dia tidak meminta-minta,,karena dia tau bahwa dia masih bisa memakai suaranya, apapun yang ada pada dirinya untuk mencari uang,,ironis memang,,dibanding dengan beberapa oknum pemerintah yang seharusnya bisa menggunakan pikirannya, fasilitasnya untuk melakukan hal yang bener,,bahkan lebih bener untuk melakukan sesuatu,tapi hanya bisa selalu meminta-minta dalam tanda kutip,,
Tak terasa sudah hamper 5 menit ku menatap ke arahnya,,,gemerincing suara recehan uang pun masih ku dengar..dia terus menyanyi,,bahkan sudah hampir 2 lagu yang dia nyanyikan,, terima kasih adik kecil..,terima kasih atas pelajaran berharga untuk malam ini,, terima kasih,,,

Friday, May 14, 2010

Tentang DiriMu

Akan berlalu semua yang membisu
Rasa cemas ragu dibenakku
Sirna ketika Kau hadir dalam hidupku
Tentang diriMu yang ubahkan diriku
Tentang diriMu yang hapus hari-hari kelabu
Dahulu s’lalu kutundukkan wajahku
Terlalu sulit kulihat kehidupan ini
Namun sekarang…………
Tak hanya kulihat hidup ini
Tapi kutata, kurangkai bersamaMu
Kujalani hidup penuh warna bersamaMu
Masa depan penuh kemenangan ada didepanku kini
S’bab semua tentang diriMu jadikanku berarti
By. Itin tonang

Benar atau salah

Berawal dari pandangan mata.
Pandangan sekilas namun berfokus.
Seolah berbicara padamu.
Pandangan itu berulang
Seolah gantikan setiap kata yang ingin terucap.
Tak sadar pandangan itu berkesan dihati.
Mulai mengisi ruang2 dalam pikiran.
Tak ku undang tak juga kutolak.
Ia begitu saja hadir dihidupku.
Waktu berjalan, dan kunikmati rasa ini.
Sesuatu yang tak biasa.
Ya tak biasa dan terus tumbuh dihatiku.
Tak kucari tau apakah itu?
Kunikmati saja rasa itu.
Semakin besar dan dalam kurasakan
Kuputuskan akan kujaga dan kutata.
Kucoba mengerti arti semua ini.
Tak kubiarkan org lain mengganggunya.
Hanya Tuhan dan dia yang dapat menyentuhnya.
sekalipun ku tak melihatnya, rasa ini tetap tumbuh.
Besar besar semakin besar.
Seolah olah seluruh isi hatiku terisi dengan rasa untuknya.
Waktu berjalan tak pudar2nya rasa ini.
Suatu hari, terbersit dalam benakku.
Apakah ia miliki rasa yang sama?
Waktu juga yang akan menjawabnya.
Bertahun-tahun ku setia untuk rasa ini.
Sampai disatu titik ku butuh jawaban.
Jawaban atas semua pertanyaan atas rasa ini.
Tak lama kudapati jawab itu.
Jawaban yang bukan dari mulutnya.
Jawaban itu dari mata & sikapnya.
Jawaban yang tak pernah kuinginkan.
Benar atau salah jawaban itu, aku tak tau.
Benar atau salah rasaku ini, aku tak tau.
Benar atau salah keputusanku menjaganya selama ini, akupun tak tau.
Benar atau salah tuk hentikan rasa inipun, akupun tak tau
Benar atau salah, semuanya sudah terjadi.
Tapi, tak pernah kusesali rasa ini.
Banyak hal berharga yg telah kuberi dan kudapat.
By. Itin tonang
..07.01.2010..

Dasi by : Mpok Mercy Sitanggang

Muka saya merah. Itu karena, saya marah.
Menurut saya, sebagai seorang isteri, saya sudah mendekati angka sempurna, bukan hanya pintar pada urusan asmara di dalam bilik dua kali tiga milik kami berdua, dan gerakan badan saya setiap malam yang tanpa busana, tapi juga jago untuk urusan memanjakan lidah dengan segala masakan ciptaan saya. Seorang anak yang juga bertumbuh dengan baik dalam pola asuh saya, tidak ada yang kurang sedikitpun, malah berlebih kasih sayang.
Saya rela mengorbankan cita – cita dalam kepala, menanggalkannya dan menjadi seorang ibu rumah tangga.

Jadi, saat ini, saya protes keras.
Kalau citra saya yang sangat baik tersebut, menjadi luntur, hanya karena saya tidak bisa memakaikan suami saya… DASI..!!
Dan hebatnya lagi. Hanya karena hal itu, saya menerima talaknya. Bukan talak satu, melainkan langsung loncat pada angka tiga.
Saya marah, sangat marah..!!
Tidak hanya kepada suami saya, yang asal menalak tanpa mengingat cerita dan sejarah yang terlalu banyak punya cerita, tapi saya lebih marah pada diri sendiri, kenapa saya sampai tidak bisa memakaikan dasi pada kemeja suami saya, dan akhirnya tanpa mengurangi rasa hormatnya pada saya, dia pergi mencari perempuan yang sanggup memakaikannya untuk dia. Dan saya tidak bisa menerima kalau posisi saya ini, lalu digantikan oleh seorang perempuan yang selama ini berkeliaran di lingkar kehidupan saya, dan menerima uang setiap bulannya dari saya sebagai gaji.
Setan..!!
Kurang ajar..!!
“ Saya tidak rela diperlakukan seperti ini…” saya menutup muka dengan kedua tangan saya, dan membiarkan tangan itu basah karena air mata.

Saya ingat betul bagaimana setiap saya tidak bisa memakaikan dasi pada kemeja yang akan dia pakai, dia memaki, dan makiannya itu teringat sampai sekarang, “ Bagaimana mungkin bisa jadi isteri yang baik, kalau hanya persoalan dasi saja tidak mengerti..!!! ” dan setelah memaki, dia pergi dengan membawa beberapa dasi – dasinya itu.
Saya merasa ludah itu terlempar untuk saya, dan jatuh mengotori muka saya yang cantik dan terhormat.
Dan saya tidak pernah tahan, ketika saya memergoki suami saya, dengan perempuan itu, di kamar yang pintunya terbuka, dimana perempuan itu sedang memakaikan dasi untuk dia. Merona wajah suami saya di depan muka perempuan itu, ingin rasanya saya menerobos masuk dan mencuri lelaki saya itu dari sana, tapi, kaki saya terkunci di depan pintu, saya hanya bisa menangis, sambil menggigit dasi dalam genggaman.
Ternyata, saya bukan isteri yang sempurna, penilaiannya hanya sebatas pada tangan yang membuat simpul dasi. Perempuan yang bisa memakaikan dasi pada kemejanya, merupakan perempuan yang sempurna dan terhormat, walaupun dia hanya seorang… pembantu..!!


Peristiwa di dalam kamar itu, bersarang terus di kepala saya. Mulai dari malam ini, saya memukul genderang perang, saya harus bisa memakaikan dasi, startnya harus segera dicuri, saya tertantang.
Tapi, persetan,
Saya tidak perduli pada dasi.. dasi itu, hanya alat untuk bisa selingkuh.
Saya capek. Saya tidak peduli lagi pada lelaki dan dasinya itu, pada perempuan yang mulai jalang dengan kelihaian tangannya memakai dasi. Tapi selalu menangis menciumi kaki. Katanya dia terpaksa, karena ada yang menekan dari belakang.

Saya kecewa.
Pada suami saya.
Pada perempuan itu,
Terutama pada dasi
Dan .. tangan saya.!!

Pernah suatu kali saya meratap di depannya, saya teriak dan berjanji untuk selalu menyajikan masakan yang super lezat, merubah tatanan rumah menjadi asri dan rapi, dan yang paling menggiurkan, menurut saya, adalah penawaran saya akan gerakan – gerakan yang lebih erotis lagi di atas tempat tidur. Tapi dia membalas teriakan saya, dengan tamparan di pipi dekat telinga, yang membuat telinga saya berdegung sampai sekarang, dia katakan, kalau semua itu menjadi tidak penting, ketika saya tetap tidak bisa memakaikan dasi, untuknya. Selalu titik. Tidak pernah berubah menjadi koma.
Seperti semut saya dimata dia, dan kalau sudah begitu, dia akan berdiri, menutup pintu kamar dengan keras dan membuka lembut pintu kamar yang lainnya. Dan saya tahu itu kamar siapa.
Saya memang tidak bisa memakaikan dasi pada kemeja suami saya, tapi bukan berarti saya rela perempuan itu melahap suami saya, karena minusnya saya ini.
Saya memang tidak rela, tapi suami saya memberikan tubuhnya sendiri, dengan percuma..


Perceraian itu semakin dekat.
Seperti tersambar petir, ketika ada satu lembar kertas di depan muka dan pulpen yang sudah disediakan.
Mulanya saya menolak.
Saya ambil kertas itu, dan dimukanya, saya robek – robek jadi pecahan paling kecil, dan saya hamburkan ke mukanya, kalau sudah begitu, dia akan balas memaki saya, dan dengan terang – terangan, masuk ke dalam kamar dengan pintu yang tidak sama dengan pintu saya, dan akhirnya tenggelam di sana, tidak keluar lagi.
Kalaupun dia keluar, saya tidak tahu waktunya.
Dari tempat saya berdiri, saya masih bisa terdiam, menahan nafas, lalu memalingkan muka, lari ke kamar dan semuanya kembali pada asap.
Entah sudah kali kedua, ketiga, keempat dan kali kesekian, lelaki itu selalu masuk kamar yang berbeda, dan keluar kamar, dengan kemeja yang sudah rapi beserta dengan dasinya. Kemeja dan dasi yang baru, bukan keluar dari lemari kamarku.

Suami saya, tidak pernah lagi menempatkan saya pada posisi yang sebenarnya. Anak saya hanya satu, itupun mereka curi juga, dan hal itu sangat melemahkan pertahanan saya, karena, setiap harinya, dia memakai seragam yang juga memakai dasi.
Dulu, memang, tidak ada artinya, ketika tangan perempuan itu mulai menggantikan tangan saya, melakukan pekerjaan saya untuk mereka, pekerjaan yang tidak bisa saya lakukan : Memakaikan dasi.
Tapi sekarang, jadi sakit di dalam dada ini, melihat semua itu jadi terbiasa. Perempuan itu selalu merah matanya, setiap kali bertabrakan mata dengan saya.

Lucu. Saya tertawa sambil menangis, ketika tiba – tiba pikiran saya nakal, pikiran yang masuk ke dalam ruang sidang ( nantinya ). Apakah hakim tidak akan tertawa terbahak – bahak, ketika kami berdua hadir di hadapannya, dan bertanya perihal sebuah tujuan kedatangan,“ Masalah apa ?”
Dan dengan bangga suami saya berdiri dari kursinya, menunjuk saya dengan telunjuknya dan berteriak kencang, “ Perempuan ini tidak bisa memakaikan dasi untuk saya “,
Saya berteriak menirukannya di depan cermin dalam kamar.
Lalu, apa yang harus saya lakukan saat itu ?
Bagian yang paling menyayat itu, adalah ketika suamiku menunjuk seorang saksi kunci. Saksi akan ketidak becusan saya sebagai seorang isteri. Saksi itu namanya Inah, pembantu kami, seorang perempuan pemilik pintu yang selama ini, menjadi pintu suamiku juga. Dengan dada terbusung, suami saya lantang bicara, “ Inah lah, yang selama ini memakaikan dasi untuk saya dan Nabila.. “.
Dari bangku terdakwa, saya hanya sanggup menggigit bibir, mempermainkan deru nafas saya, mengumpulkan keberanian untuk membalas teriakannya, “ Kalau begitu, kawin saja sama inah… !!! ” dan semua penonton bertepuk tangan.
Hanya saya yang menangis.
Tadinya saya pikir saya menang. Tapi, saya kembali jatuh pada air mata yang sebelumnya dan sebelumnya lagi, ketika, mata saya menangkap tangan yang melingkari pinggang perempuan itu, saya sudah tahu tanpa perlu lagi melihat siapa pemilik tangan itu.

Saya menarik lagi, pikiran saya dari ruang persidangan itu.
Saya tidak penah memiliki pikiran untuk ada di sana, saya mengakui kesalahan saya, dan saya yakin suami saya juga khilaf, saya yakin semua akan kembali normal.

Sumpah, dia tidak pernah tahu, bagaimana perasaan saya. Saya juga sedih, karena tidak bisa membuat simpul yang benar, pada dasi yang dipakai oleh suami saya, bahkan suatu ketika saya pernah bertanya sesuatu sama dia, “ Sayang.. apakah kamu harus memakai dasi setiap ke kantor ? “ tanya itu seiring dengan tangan saya yang mengelus lembut bahunya, dan mulut saya yang menekan mulutnya juga.
Suami saya tidak menjawab pertanyaan saya, malah, merebut paksa dasi itu dari tangan saya, dan kembali membuka pintu kamar yang beda dengan pintu kamar saya, anak saya juga ikut ditarik lelaki itu. Terpekik saya, mengikuti langkahnya menuju kamar dan pintu yang berbeda itu.
Dari balik lubang kunci kamar Inah, saya menangis. Berjongkok sambil menangis. Mengisi lubang kunci dengan air mata saya.
Melihat perempuan yang beruntung itu merona pipi dan matanya, Inah memang masih muda. Perempuan muda dengan kulit sawo matang yang lembut, serta rambut panjang terurai dan bola mata syahdu, pujaan kaum lelaki, badan yang terbentuk, membuat aliran pada darah seperti berhenti. Dia memang tidak seperti pembantu. Dia seperti pencuri..!!
Hancur hati saya.

Inah bukannya tidak mengerti. Inah tahu, saya sedih.
Ada air mata mengalir di bawah kaki saya, saya menunduk, dan melihat Inah di sana. Dia dengan permintaan maafnya.
“ Maafkan saya ibu..” lalu dia tidak berani mendongak, terus saja begitu, kalau sudah begitu, saya akan langsung cepat mengambil badannya dan menghapus air matanya.
“ Semua salah saya.. “ saya berkata lirih.
“ Saya akan mengajari ibu..” perkataan Inah juga lirih, tapi bibir saya menyambutnya dengan senyum.
Suami saya tidak harus tahu soal belajar ini.
Hampir setiap hari, tangan saya belajar memainkan bagian yang panjang dan yang pendeknya, lalu disimpulkan. Tapi selalu saja gagal, Saya menangis dalam pelukan Inah. Dia juga ikut menangis.
“ Saya angkat tangan..” itu kata saya, pada dasi yang terakhir terpakai dan tetap gagal.
“ Saya rela melepas dia..” suara saya lirih berbohong pada sebuah kata, memegang tangan Inah, dan menyerahkan sebuah dasi masuk ke dalam genggaman tangannya.
Saya juga tahu, kalau Inah sedang berbohong.

Saya tidak pernah mengira akan seperti ini jadinya.
Saya teringat ketika SMP. Saya pejamkan mata, dan berusaha mengembalikan kembali peristiwa tersebut. Saya berusaha memakai dasi sendiri, tapi tidak pernah bisa. Selesai pada usaha yang belum terlalu keras. Ibu saya kasihan melihat saya yang terus menangis ketika harus memakai dasi, ibu menghentikan air mata saya, dengan membelikan dasi yang sudah bertali, jadi saya tidak perlu susah payah untuk menyimpulkannya lagi, tinggal dimasukkan melalui leher, ke dalam kerah kemeja, dan kemudian dirapikan.
Selesai.
Lantas, saya berangkat sekolah dengan terus mengulam senyum, dan untuk selanjutnya, saya selalu bisa tersenyum sebelum berangkat sekolah.
Saya masih pejamkan mata, dan terus berusaha mengembalikan peristiwa yang sekarang, saya tidak pernah bisa membuat suami saya tersenyum setiap hari sebelum dia berangkat kerja.
Karena dasinya tidak bisa yang bertali.
Tapi Inah bisa. Suami saya memuji Inah tapi memaki saya. Anak saya menggelayuti Inah, tapi merengeki saya.
Muka saya pucat, seperti kekurangan darah.
Kenapa, saya jadi seperti seorang isteri yang nampak tolol ? hanya gara – gara sebuah dasi.
Yang paling kejam menurut saya, ketika mulut suami saya, tidak lagi pernah menekan pada wajah dan mulut saya. Dan pintu kamar saya yang setiap malam saya sengaja biarkan tidak terkunci, agar langkahnya bebas masuk ke dalam, akan terus tidak terkunci sampai pagi. Itu hukuman paling keji, untuk seorang isteri.

Besok pagi sidang perceraian saya yang pertama digelar.
Malam ini, saya tidak bisa tidur, bahkan hanya memejamkan mata saja juga tidak. Saya menangis. Saya berharap, ada penyesalan pada hati suami yang mengambil jalan ini. Tapi, rasanya tidak mungkin, kalau mendengar suara tawa dari kamar yang lain.
Seperti tersedot energi dari dalam tubuh saya, gontai langkah saya menuju lemari pakaian suami saya dan membukanya. Lantas menangis, karena pemandangan di depan saya ini.
Suami saya adalah seorang lelaki pecinta dasi, koleksinya ada di depan muka saya ini. Dulu, dia tidak pernah sama sekali meminta saya untuk memakaikan dasi untuknya, semua dikerjakan sendiri.
Pernah saya coba untuk memakaikannya, tapi gagal, dan dia tidak marah, hanya tersenyum dan kembali memakai sendiri.
Lain dulu lain sekarang,
Sekarang, kerjanya hanya mengamuk, merebut dasi di tanganku, membuka pintu kamar kami, dan membuka pintu kamar yang lain.
Hanya karena masalah dasi.
Saya tidak habis pikir.
Kemarahan saya memuncak malam ini, saya ambil semua dasi yang ada di depan saya, dan saya lemparkan ke atas kasur, saya menarik nafas panjang, dan lalu mulai berbuat sesuatu.
Saya mengganti baju dengan baju kemeja suami, dan mulai kesetanan, saya mencoba memakai semua dasi itu, sendirian, tapi tidak bisa.
Saya coba lagi, dan tetap tidak bisa. Coba terus, dan tetap tidak bisa.
Saya marah dan mengamuk.
Saya buka kemeja yang saya pakai, dibuang ke lantai, begitu juga dengan dasi – dasi itu, teraup dengan tangan saya, dan terhamburkan begitu saja di lantai.
Saya tutup muka saya dalam bantal putih, dan membiarkan tangis dan teriakan jadi satu..
Di dalam bantal penuh air mata ini, saya kembali mengingat kata, yang menurut saya hanyalah sebatas kelakar saja, tadinya, “ Seorang suami yang memiliki isteri yang dapat memakaikan dasi untuknya, adalah seseorang yang beruntung, karena saat itulah, kedekatan yang luar biasa terjadi di antara mereka… “
Sebatas alasan yang dibuat – buat.

Menunggu sidang besok, adalah hari yang paling menyiksa sepanjang waktu hidup saya di dunia. Tapi toh, saya juga berdoa, untuk kebahagiaan suami saya dengan perempuan yang pintu kamarnya beda dengan pintu kamar saya itu.
Menunggu malam berganti menjadi pagi adalah siksaan, tapi tidak bisa memakaikan dasi adalah ujian dan takdir yang tak berujung. Lebih dari menyiksa.

Tiba – tiba, saya merasakan hawa dingin yang menyusup masuk ke dalam kamar, dan seperti ada denting suara piano iramanya tentang perjalanan kehilangan, ada yang berjalan lalu akhirnya menghilang, Aku mengambil salah satu dasi dari tumpukan yang melantai tersebut, mengangkatnya, melihatnya dan kembali mulai menangis. Sebuah dasi hadiah ulang tahun perkawinan yang pertama, dari saya.
Ya Tuhan, irma musik itu semakin keras menggema di dalam kamar saya ini, dan angina nya juga semakin kencang meniup, tangan – tangan saya ini begitu kaku dan dingin. Bertabrakan dengan suara – suara tawa, yang saya tahu, dari mana asalnya.
Dasi itu saya genggam, dan saya ciumi. Foto manis pernikahan kami juga saya biarkan telungkup dan jatuh.
Saya tidak bisa membiarkan air mata ini tidak jatuh pada permukaan muka saya, apalagi ketika dasi – dasi itu mulai dipenuhi oleh muka suaminya saya. Langkah saya bergerak mengambil kursi dan lalu duduk di atasnya, mulai mengambili dasi – dasi yang berserakan di lantai, dasi itu, mulai diikat dengan dasi – dasi yang lainnya. Dasi ini sekarang jadi dasi yang panjang.

Saya mulai berdiri di atas kursi, melihat lagi dasi di tangan, dan dengan dasi yang sekarang panjang ini, lebih meyakinkan saya, bahwa, besok, dipastikan tidak akan ada saya di dalam ruang sidang itu. Dasi yang panjang ini sekarang sudah melingkari leher jenjang saya, dan dalam hitungan detik, saya masih bisa mengingat muka suami dan anak saya untuk yang terakhir kalinya.
Akhirnya, kursi penyanggah itu, saya tendang. Dan badan sayapun menggelantung. Semua dasi – dasi yang tersisa di lantai, jadi saksinya.

Angin berhenti, membuat jadi lembab, musik juga, menghampa dalam sepi. lantas,

Kenapa, suara tawa dari kamar dan pintu yang lain itu, juga tiba – tiba berhenti ??



The end.
( untuk seorang isteri yang dikalahkan oleh sepotong dasi )

Tuhan, rasa ini terlalu indah... by. Diana Wardani


Terlalu indah, untuk melupakan setiap detik yang bergarga Dengan satu kenyataan yang tak kunjung berhenti membayangiku, kecuali jika waktuku telah habis. Terlalu indah, untuk membuatku tersadar dari semua mimpi-mimpiku Di dalam setiap tidur malamku, hingga membuatku tersenyum penuh keindahan di setiap pagiku yang masih Kau berikan padaku Terlalu indah, untuk aku selami, sebuah jiwa yang entah ada di mana sekarang. Namun dia bagai menjelma menjadi embun pagiku, hujan tercantikku, dan malaikat tanpa sayap buatku. Entah berapa kali aku mengungkapkan segala rasa indahku ini padaMu tentang dia, yang sangat berarti buatku... Terlalu indah, ya Tuhan... Semua yang telah Kau berikan kepadaku. Lewat angin yang berhembus, menerpa wajahku dan memainkan rambut poniku, saat aku menempuh perjalanan panjang menuju pelukanMu, di setiap saat waktuku. Lewat kicauan burung yang merdu dengan kepakan-kepakan sayapnya yang mungil tak ada beban, mereka tetap terbang menembus asa mereka, yang aku sendiri tak tahu. Namun pastilah sederhana dan mulia... Lewat pagiku yang cerah dan segar, siangku yang terik namun tetap teduh, malamku yang tetap geriap meski tanpa bintang-bintang dan sinar rembulan, lewat setiap karyaku, bahkan lewat blogku ini... Semua, terlalu indah untuk aku rasakan, hingga air mataku yang telah Engkau berikan ini, tumpah perlahan dan penuh kemurnian aku bersyukur... Lewat pilar-pilarnya hujan yang penuh warna-warni diterangi pelangi yang seakan tak kunjung padam serinya. Tuhan, seandainya masih boleh aku memohon padaMu... Kumohon, jangan Kau ambil kembali segala rasa yang telah ada ini. Aku ingin merasakannya di setiap detikku, dalam duka deritaku, dalam sakit dan sehatku, dalam masa gelap dan terangku, dalam senyum tawaku, dan dalam suka ceriaku. Meski masih siluet dan bayangan dalam mengikutiku, namun ada setitik cinta yang mengembang di dadaku buatnya. Ada setitik kasih yang bertumbuh di sana. Aku tahu, mungkin aku tak pantas menerima berkahMu yang berkelimpahan ini, namun aku mohon, ijinkanlah aku untuk selalu menikmatinya. Hanya menikmatinya Tuhan... Tak lebih, dan tak juga kurang. Segala rasa ini telah membawa hidupku yang penuh warna, penuh gejolak rindu, penuh petualangan baru yang mengasyikkan dan tak terlupakan. Penuh hal-hal baru yang hanya boleh saat ini aku mengalaminya... Tuhan, rasa ini terlalu indah untuk dibiarkan begitu saja. Alirkanlah terus Tuhan, ke dalam seluruh bejana di jiwaku. Biarkan dia tetap indah, meski mungkin tak akan pernah menjelma. Namun, dia telah menjadi sikap dan tutur kataku di seluruh kehidupanku kini. Menjadi panutan bagi seluruh asa dan batinku. Menjadi penyemangat bagi jiwaku yang letih. Menjadi satu sinergi yang maha dahsyat yang belum pernah kualami sebelumnya. Semua itu karena unsur alam yang telah berkenan memberikannya kepadaku, karena bimbinganMu. Aku yakin, bahwa semua hal yang terindah, termanis, dan termegah adalah berasal dariMu. Meski dengan cara-cara yang sangat sederhana sekalipun. Tuhan, tolong titip semua rasa ini, yang telah telanjur menjadi sesuatu yang paling berharga di dalam seluruh hidupku. Tolong titip semua keindahannya, tutur katanya, doa-doanya, karya-karyanya, kecerdasannya, kebijaksanaannya, kemuliaannya, dan sikap rendah hatinya. Semuanya adalah untuk dia juga. Biarkan dia tersenyum di dalam setiap langkahnya di dalam keadaan apapun juga.

aku menunggumu


(untuk seorang teman yang jauh disana )
Gelap malam, rintik hujan
Jadi saksi persahabatan aku dengannya kala itu
Canda tawa s’lalu ada dalam wajahnya
Nyanyian merdu dia lantunkan tiap saat
Sebagai wanita yang kuat aku mengenalnya
Berbagi mimpi, berbagi suka juga duka
Menghiasi hari-hari kami
Hanya dengan satu kedipan mata
Dia tahu maksud hatiku
Tapi….
Semua berubah, semua tak sama lagi
Saat dia pilih arah yang berbeda
Walau seolah jalanku dan jalannya tampak sama
Namun jarak telah terbentang karenanya
Tak kudengar lagi canda tawanya
Tak kudengar lagi nyanyian merdunya
Mungkin salahku
Menganggapnya terlalu kuat
Dan kubiarkan tangannya terlepas
Hingga ia pergi begitu jauh
Sampai aku tak bisa meraihnya
Namun…..
Selama ada gelap malam dan rintik hujan
Aku percaya dia akan kembali
Dan aku menunggumu

wanita terindah


(dipersembahkan untuk mama tercinta “Happy Women Days Internasional “ 9 Mei 2010 )
Cintanya tak pernah berubah
Semakin hari semakin besar kurasa
Sejak aku kecil hingga dewasa kini
Tangannya tak lelah menuntunku
Tuk mengerti hidup
Disaat ku bersedih, dia hapus air mataku
Dia taruh aku dalam dekapannya
Kudengar denyut jantungnya menyanyikan lagu cinta
Menghapus setiap duka lara hatiku
Dia tak pernah memaksa kehendaknya
Dia selalu b’rikanku kebebasan dalam memilih
Pesannya….dengar Tuhan dan suara hatimu
Dia wanita terindah yang pernah kukenal
Kebijaksanaannya, menambahkan kebanggaanku padanya
Kelembutannya mengajarkanku bagaimana jadi seorang wanita
Perhatiannya mengisyaratkan betapa berartinya aku
Senyumannya mengajarkan bahwa selalu ada harapan
Ya harapan yang tak pernah berakhir dalam Tuhan
Kebebasannya mengajarkanku bagaimana bertanggung jawab
Hidupnya b’rikan banyak arti
Membekaliku tuk jalani hari-hari didepanku
T’rima kasih mama tuk semua yang t’lah kau beri
Aku mengasihimu

Wednesday, May 12, 2010

sahabat dalam bungsu.. by : Destien Mistavaqia



“bung, bung, bungsu...!!!” teriakan tiga orang wanita yang ketiga-tiganya adalah anak bungsu.. ”huwaahha..wkwkwwk..hihihhii..” dilanjutkan dengan tawa khas mereka yang ngga banget. Mereka itu udah sama-sama bungsu, jorok, sama-sama jerawatan, yang mukanya pada ngga karuan tapi teteup oke dan kece.
”son, lu udah beli majalah the’gogirl belum?” tanya linsa.
”udah donk.. fashion’nya bagus-bagus tuh..!” jawab Sonia. Sebenernya pada awalnya, mereka rajin beli majalah, cuma untuk ngeliat model pakaiannya doank, mereka kan suka yang unik-unik. Mukenya juga udah unik.
“eh, liat nih!!” seru Desy di tengah obrolan linsa dan Sonia. “ada lomba fashion style. Hadiahnya juga seru, juara pertamanya, jalan-jalan keBali.”
“uWaaaaah.....!!!” teriak Bungsu Gank. Mereka langsung melirik satu sama lain, menandakan bahwa mereka pasti bisa memenangkan lomba tersebut.
~***~
“lagi ngapain lu Son?” tanya linsa kontan melihat perbuatan Sonia.
“lagi cengo.” Jawab Sonia singkat.
“jorok lu Son, bukannya cari fashion di internet, malah asikk sendiri.”
Sonia hanya menjawab dengan tawa keringnya. “hhe..”
”iiiwh.. kalian mah, jorok banget sih..!! jiji tau..!!” teriak Desy yang sangat membenci kalau ada yang mengupil didepannya. ”ikh, cuci tangan sana..!” lanjut Desy jengkel.
Sementara itu, linsa melanjutkan mencari model pakaian yang lucu, unik dan modis untuk perlombaan fashion minggu depan. Sedangkan Sonia, malah mengotak-ngatik jerawatnya yang jelita memakai tangan. Desy hanya diam sambil melihat magazine. ”eh, Sonia sama Linsa, berarti ngga boleh ikutan perlombaannya donk..!?” karena umur Desy yang termuda 4tahun dari mereka.
”kenapa..??” tanya mereka serentak. Yang ngga nerima kalo mereka ngga diperbolehkan ikut perlombaan.
”disini dicantumin, yang boleh ikutan sebagai perserta hanya mereka yang berumur 12-16 tahun dan 17-20 tahun. Haha.. kalian kan umurnya udah 22tahun. Udah bangkot, Tua gitu lohh..”
Kesal Sonia dan Linsa, sambil bertatap muka. ”arrgh..!!”
~***~
Hari perlombaan itupun tiba. Mereka sudah bersiap-siap mendengarkan pengunguman. Dan ternyata...
”bung, bung, bungsuu..!!!” sambil menumpukkan telapak tangan mereka ditengah-tengah lingkaran dimana mereka berada dan mengangkat tangan mereka ke atas kepala, menandakan bahwa mereka senang karena memenangkan perlombaan ini. ”tuh kan, kata gue juga apa! Kita pasti menang, walaupun muka ni anak ngga ngejual, yang penting kan model pakaiannya dapet, ya ngga?” kata Linsa yang senang karena mereka berhasil.
”uweii,, udah sama-sama cantik juga, masih aja ngejek. Huft.” kata Desy yang jengkel saat itu.
”haha.. udah akh.” kata Sonia menghentikan. ”yang penting’kan kita bisa ke...”
”Bali...!!!” teriak Bungsu Gank dengan serempak. Dilanjutkan dengan tawa mereka yang khas.
~***~
”semuanya siap..?!!” teriak Desy dengan semangat.
”siaap..!!” dilanjutkan oleh kedua bungsu gank yang lain.
Mereka berangkat dari Bandara Husein Sastranegara Bandung, menuju Bandara Ngurah Rai, Bali.
”hoaamm..” Linsa menguap, disertai Sonia dan Desy yang juga ikut menguap. Mereka tertidur di pesawat. Bermimpi seakan-akan mereka tengah berada dikerumunan banyak orang dengan pemandangan sunset di hadapan mereka. ’Gubrakk’, tak sadar Linsa telah terjatuh dari tempat dudukannya, menghilangkan mimpi indah nan damai berada di pulau Dewata Bali. ”heuh, dasar!! Pake acara jatuh sagala..” ia melanjutkan mimpi indahnya, namun mimpi itu tak muncul dari benaknya, yang ia lihat hanyalah pria yang sedari tadi memperhatikan mereka bertiga dipesawat. ”apa sih..?” dalam hatinya. ”ngeliatain mulu, kalo suka ngomong..!!” ’pletuk’ suara tangan yang tak sengaja mendamprat tepat diwajah Linsa. ”auw..” kata Linsa kesakitan. ”heh, kenapa lo..?” tanya Linsa kesal pada Sonia yang berada disebah kanannya. ”Lu ngigau ya, Son? Sakit tau.” Sonia tetap saja tertidur dalam mimpinya yang sepertinya indah. ”huh..!” keluh Linsa jengkel, melihat temannya yang tertidur lelap dan mengigau tanpa batas. ’clak’, suara air yang terjatuh membasahi lengan kiri Linsa. ”iwh, apaan nih..?” sambil melihat kearah kirinya dan memasang muka cool, ”hmm.. ni anak satu, pake ngacai hokcai segala. Duh, malu-maluin ikh. Masa di pesawat ngiler..?! arrrgh.. kena tangan gue lagi..” Linsa menyusutkannya ke baju Desy yang tetap nyeyak ngga mau dibangunkan. ”duh, mau tidur, tapi malu sama cowok yang dari tadi ngeliatin gue.” pikir Linsa dalam hati. ”lumayan sih, ganteng. Hehe..”
~***~
Pintu pesawat terbuka, dan mereka mulai turun menyusuri anak tangga. Mereka merasa bagai bermimpi dan tak terbangun dari tidur mereka.
”uwaa.. jadi ini teh Bali toh..?” kata Sonia yang saat itu seperti anak katro.
”heuh, dasar katro. Jangan menunjukan gerak gerik yang mencurigakan kalo kita ini belum pernah ke Bali..!” kata Linsa cerewet.
”ehm. Bali,, i’m coming..!!!” teriak Desy lebih katro. linsa dan Sonia saling menatap, dan mulai menjauhkan diri dari hadapan Desy yang terlihat jauh lebih katro.
”uwh, dasar ndeso..!” kata Linsa dan Sonia kompak.
Desy hanya menatap keatas, pada tulisan besar yang ada dihadapannya.
”Des, kenapa? Ko bengong?!” Linsa melihat Desy kebingungan.
”iyah, ini Bali, Des. Udah jangan terharu gitu akh.” mata Desy mulai berlinang.
”iya Des, kita berhasil ke Bali. Udah jangan sedih gitu.” kata Sonia melanjutkan.
”kita disini kan mau senang-senang, masa kamu nangis sih Des?” kata Linsa nampak heran. Mereka mulai merangkul Desy yang mulai mengeluarkan lebih banyak air mata disertai suara isak tangis yang menurut mereka mengharukan. ”Des, gue tau, ini perjuangan kita bisa sampai ke Bali, tapi please, lu jangan nangis gitu, gue jadi ikut nangis nih.”
”iyah Des, gue juga jadi ikut terharu. Gue bangga ama kerja keras kita, sampai kita bisa disini. Bali.” Linsa dan Sonia mulai mengeluarkan air mata bahagia mereka.
”Linsa,Sonia.” kata Desy datar.
”iyah des..?” kata mereka serempak.
”kalo Bandara yang ada di Bali itu namanya Ngurah Rai yah..?”tanya Desy lemas.
”iyah.” kata mereka ikut lemas ketika mereka melihat apa yang sedari tadi dilihat oleh Desy.
”terus, kalo Bandara Polonia, ada dimana?” tanya Desy tambah lemas .
”ada di Medan des..!” jawab mereka mau pingsan.
Ternyata mereka berada di Medan dan bukan diBali. Mereka hanya terdiam menatap tulisan yang besar segede gaban tersebut.
”kalo gitu, gue seharusnya ngga bangun dari mimpi gue yang indah tadi. Huwaaa... gue nyesel.” kesal Desy yang ngga terima kalo mereka salah alamat.
~***~
Mereka hanya berdiri dan terdiam memandang tepat kearah tulisan Polonia. ”ada yang bisa saya bantu?” seorang pria yang sedaritadi memperhatikan mereka, menyapa dengan ramah. Serempak Bungsu Gank, melirik ke arah suara itu berasal.
”aa.. iyah, ada apa ya?” tanya Sonia yang ngga kalah ramah ditambah senyuman yang lebar memukau.
”kayanya kalian baru pertama kali ke kota Medan yah?”
”akh, ngga juga. Saya tuh orang batak Om, waktu kecil, saya pernah kesini, ngerayaain ulang tahun Opung Boru yang ke-72 tahun.” jawab Desy dengan semangat.
”ikh, kalian ini apa-apaan sih? Ngeliat cowok yang gantengan dikit aja, langsung cerah mukanya.” kata Linsa risih. ”eh, bang, saya juga orang batak lho. Abang orang batak juga ya..?” tanya Linsa mendadak centil sembari mengeluarkan logat bataknya.
”so what gitu loh, kalo kalian orang batak! Gue orang Jawa aja ngga sombong tuh!” kata Sonia yang nyolot, ngga mau kalah dengan sahabat-sahabatnya yang mayoritas orang batak.
”hmm.. saya bukan orang Medan, tapi saya senang datang kemari melihat pemandangan yang indah.”
~***~
”Kita ke Danau Toba yuk..?” ajak Juan, pria yang baru saja menjadi teman Bungsu Gank. Seketika mereka menceritakan kejadian yang baru saja menimpa mereka. ”ko bisa sih?” tanya Juan sambil berjalan-jalan menyusuri danau Toba.
“eh, tapi kalo dilihat-lihat, danau Toba tuh indah juga yah?!” kata Sonia yang saat itu terpesona oleh keindahan alam diSumatera Utara itu.
”makanya, kalian jangan cuma ngebanggain Bali doank. Tapi, kalian juga harus lihat pesona alam yang berbagai macam dan bentuk ada di kepulauan Indonesia ini.” Juan menjelaskan.
”haaaargh.. tapi tetep aja, gue pengennya ke Bali, titik.” Desy langsung lari meninggalkan mereka di danau.
”Des, Desy..!!” seru mereka mengejar.
~***~
”kita cari Desy kemana lagi nih?” kata Sonia kebingungan.
”haduh,, tu anak nyusahin akh!!” kata Linsa yang kesal dan bingung.
”kenapa ngga di telepon aja?” tanya Juan.
”oh iya ya..” kata Sonia bengong. ”kenapa ngga dari tadi di telepon?” ia melanjutkan.
Linsa mulai menyandar pada tembok. ”beuh, gini nih, kalo pikiran udah kusut, hal kecil aja ngga kepikir.”
Sonia mulai menghubungi Desy. “halo Des, lo dimana?” segera mereka menemukan Desy di ujung jalan tempat es kelapa muda. “lo kemana sih? Dari tadi tuh, kita nyriin lo!”
“ya maaf, gue kan tadi Cuma haus aja, trus nyari tukang es kelapa muda. Nah, udah gitu, gue ngga tau tuh jalan pulangnya kemana!? Hehe.. gue kesasar nih!” jelas Desy sambil memakan kelapa mudanya.
“heuh, cape tau!!” langsung saja Linsa menyeruput es kelapa yang sedang dipegang Desy, dilanjutkan oleh Sonia yang ngga kalah kehausannya.
“haha..” tawa Juan. “kalian tuh lucu yah?! Kompak banget.” Bungsu Gank menatapnya dengan senyuman lembut. ”Tapi aneh.” mereka langsung merubah tatapannya menjadi kasar. Dengan tersenyum, buru-buru Juan mengalihkan kata-katanya, karena takut diserbu tiga cewek berkepribadian ganda. ”Hhe, becanda!!” sambil melontarkan senyuman garing kearah Juan, Bungsu Gank berjalan menuju penginapan dekat danau Toba. Diikuti oleh Juan dibelakang mereka.
~***~
”para penumpang jurusan Pulau Dewata Bali, diharapkan bersiap-siap untuk menggunakan sabuk pengaman anda. Karena sekitar lima menit lagi, pesawat akan turun dan sampai pada Bandara Ngurah Rai, Bali.” Bungsu Gank mendengar suara pramugari tersebut, kontan mereka terbangun dari tidur mereka yang lelap.
”hah..!!” Desy terkaget.
”jadi..??” Linsa pun bingung.
”barusan..!?” Sonia menganga.
Mereka saling bertatap muka, melirikkan mata mereka pada sekeliling awak kapal. Setelah pesawat mendarat, dan dipersilahkan untuk keluar. Bungsu Gank cepat-cepat berlari keluar, menuruni anak tangga, ingin sekali melihat nama Bandar Udara tersebut. Mereka berbanjar, kepala mereka mengadah keatas, dibukanya mata mereka lebar-lebar. Dan mereka serempak membaca. ”Bandar Udara Ngurah Rai, Bali.” mereka mulai tersenyum, senyum mereka mulai lebar, dan akhirnya mereka tertawa, melompat-lompat sambil berpegangan tangan. Dan mereka mulai berhenti sejenak, melihat pria yang nampaknya mereka kenal.
”Juan..!!” seru Bungsu Gank.
Dengan mengkrenyitkan kening, Juan melirik ke arah mereka. Seakan-akan bertanya, siapa mereka?
”lho.. ko tau? jadi, kalian juga..?” tanya Desy heran.
”iya ikh, ko kalian juga sama..?! Linsa mulai bingung.
”ternyata, mimpi kita sama ya..?!! Sonia mulai menjelaskan.
”huwaahha..wkwkwwk..hihihhii..” mereka mulai mengeluarkan tawa khas mereka, dan mulai berpelukan. Merasa bahagia karena akhirnya mereka bisa bersama diBali.