Sambil mandi, aku tersenyum bahagia mengingat apa yang akan terjadi nanti malam. Pastinya jadi sebuah sejarah dalam hidup yang tidak akan terlupa, selamanya.. Itu pasti. Membayangkan, hal yang panas yang akan teralami, tanpa ada yang menghalangi dan terjadi di tempat yang super jauh dari tempat tinggal, membuat aku semakin tidak sabar menantikan jarum jam masuk ke angka 9, malam ini.
Keluar dari kamar, masih dengan sebatang rokok setia menyelip di jejarianku, aku menyapa malam dan orang – orang yang berkeliaran di dalamnya.
“ Hai, selamat malam.. “ kataku menyapa mereka.
Mereka semua tersenyum dan bertepuk tangan melihat kehadiranku malam ini, sama sekali tidak terduga. Karena, seumur hidupku, aku tidak pernah suka. Tapi untuk malam ini, aku lepaskan kebencian jadi sebuah kebutuhan.
“ Kamu yakin ? “ seorang teman mencenderi bahagia dengan tanyanya yang menusuk.
Aku tidak menjawab, hanya memberikan telunjuk tengahku untuknya, mengeluarkan lidahku dan menyorongkan pantat sambil berlalu.
Sialan.
Memangnya ada apa dengan mencoba ? dilarang ? ada undang – undangnya ? tidak kan ? tidak akan menyusahkan, hanya untuk bersenang – senang, apalagi setelah lepas dengan tekanan dalam 2 minggu ini.
Seorang teman yang lain menghampiriku, menyapaku dengan tepuk tangannya yang meriah, aku membungkuk memberi penghormatan untuknya, dan tidak lupa bonus senyuman yang paling manis.
“ Kamu yakin, dengan apa yang akan terjadi malam ini ? “ tanyanya penuh selidik, apalagi kalau bertanya dengan muka yang jaraknya sangat dekat, hampir saja, aku khilaf ingin mencium bibirnya. Untung aku sadar, kalau lelaki ini, adalah orang yang selama ini menggajiku, mana mungkin aku menempeli bibirku dalam bibirnya. Aku tidak siap untuk bersaing dengan sekretarisnya, ataupun dengan perempuan – perempuan yang sejak kemarin malam, sudah bersembunyi di dalam kamarnya. Yah.. bau kamarnya, lain dari biasanya, pastinya aku tahu, karena selain aku adalah salah satu kepercayaannya, aku juga salah satu perempuan yang suka diam – diam mencuri waktu dengan pandangku pada hari – harinya. Ehm.. lelaki di depanku ini, memang tampan.
“ Sangat yakin bos.. “ kataku sambil menatap tajam bola matanya.
Tidak disangka, lelaki itu maju ke arahku dan mencari telingaku, membisiki sesuatu, “ Malam ini, kamu boleh memanggil aku Roy .. “ suara itu menerobos masuk ke dalam gendang telingaku.
Aku tidak peduli pada katanya, aku hanya peduli pada harum wangi tubuhnya saja. Ingin rasanya, tanganku menjadi seketika nakal, melingkari tubuhnya dan mendorong badannya maju mendekap ku. Hanya khayalan.
“ Baiklah bos.. eh.. maksudku Roy.. “ kataku pelan, dan lalu berlalu sambil mengerling.
Jam dinding, seperti juga jam yang melingkari seluruh tangan orang – orang di lobby, setuju, kalau jarumnya bergerak begitu kencang, karena saatnya sudah tiba. Beberap mobil sudah standbye di depan mata, dengan pintu yang sudah mulai terbuka. Satu persatu kami masuk ke dalamnya, dimulai dengan aku yang duduk tepat di samping Roy, sementara kedua teman yang lain, bahagia duduk di belakang kami.
“ Jalan pak.. “ perintah Roy pada supir yang sempat – sempatnya mencuri pandang ke belakang melalui kaca spion.
Sepanjang jalan, aku menahan nafas yang susah bergerak, kulit yang bertemu kulit ini jadi semakin membuat, aku tidak mau turun dari sini, biarlah terus saja mobil berjalan, tanpa pernah mengenal kata berhenti atau lampu merah.
“ Aku senang kamu mau ikut..” lelaki itu membuka pembicaraan.
“ Aku juga senang, ternyata aku mau ikut.. “ kataku dengan senyum simpul yang mengikat. Lelaki itu tampak mencuri pandang terus ke arahku. Beda sekali gayanya dengan gaya kalau sedang ada di belakang mejanya, kaku dan penuh perhitungan, jangankan membagi pandangan, mengeluarkan suara saja, sepertinya sudah seperti membuat rugi dan membaut perusahaan bangkrut.
“ Sudah pernah sebelumnya ? “ katanya lagi mencoba untuk memancing.
Aku menggeleng.
“ Belum pernah sama sekali.. “ jawabku bangga, melirik ke arahnya, dan kembali memandang ke depan, mulai balik bertanya, “ Kamu sering ? “ tanyaku memancingnya.
“ Sering, terlalu sering malah.. “ dia menjawab dan tertawa nyaring, tertawa yang tidak pernah aku dengar sebelumnya.
“ Untung kalau begitu.. “ aku menantang matanya.
Mata lelaki itu juga ikut menjawab tantanganku, “ Kenapa untung ? “ , masih sambil melihat matanya, aku balas menjawab, “ Kalau aku juga sering, aku akan jadi anak buah yang kurang ajar, karena akan sering memanggil kamu dengan Roy.. “
“ Loh.. ?? “ dia bingung, aku suka melihat mukanya yang bingung, menggemaskan.
“ Karena aku akan sering juga memanggili kamu dengan panggilan Roy..” aku senang, dia tertawa lepas, kali ini sambil menepuk – nepuk punggung tanganku, dan membiarkan tangannya betah rebah di punggung tanganku.
Aku kaget, dan refleks mengangkat tanganku.
Lelaki itu salah tingkah, dan membiarkan jari – jari tangannya lincah memainkan blackberry keluaran baru, miliknya.
“ Boleh aku add pin kamu ? “
“ Boleh.. “ setelah menyebutkan pinku, dia sibuk memenceti tombol yang ada di depannya, dan aku juga mengikuti tingkahnya, gayanya hampir sama. Semua orang – orang juga melakukan hal yang sama.
Setelah itu, kita kembali keposisi semula, menunggu mobil ini berhenti.
Setengah jam kemudian, mobil ini beneran berhenti, kami menunggu, sampai pintu terbuka, dan kami turun satu persatu. Aroma musik mengiringi langkahku masuk ke dalam kotak permainan yang sebentar lagi akan aku mainkan. Lelaki itu berjalan duluan, sementara kami berjalan di belakangnya.
Masuk ke dalam ruang yang gelap, hanya lampu warna – warni di setiap sudut, menghantar kami untuk duduk di tempat yang sudah dipesan. Lagi – lagi, lelaki yang bernama Roy itu yang notabene di kantor adalah atasanku, duduk lagi di sampingku, entah disengaja ataupun tidak. Aku tidak perduli
No comments:
Post a Comment