Wednesday, April 21, 2010

..Dapatkah Aku Pulang ?.. - by : Christine N. Aritonang

Aku (Lira, Red) dan Nesa sudah lama bersahabat. Kami sering menghabiskan waktu berdua. Makan berdua, main berdua, berbagi mimpi berdua, bahkan tidurpun berdua J. Rasanya hidupku begitu berwarna karena ada Nesa bersamaku. Terkadang kedekatan kami menimbulkan rasa cemburu dari orang-orang sekeliling kami. Dimana ada Aku (Lira, Red) disitu ada Nesa. Kami adalah dua gadis kompak yang bersahabat.

Aku selalu terlihat ceria didepan banyak orang, sekalipun aku sedang bersedih. Namun, beda halnya saat bersama Nesa, ia begitu sensitive dengan keadaanku. Semuanya begitu transparan didepan Nesa. Ia sangat mengenalku. Rasa syukur yang tak pernah habis dalam hatiku, karena aku memiliki Mesa sebagai sahabat, sekaligus saudara perempuan bagiku.

Rintik-rintik hujan adalah momen yang spesial bagi kami. Kami akan mengkhayal, berbicara soal mimpi, dan masa depan sambil menatap air hujan yang jatuh dari langit. Namun, semuanya mulai hilang saat kesibukan kami menjadi pemisah untuk waktu yang cukup lama. Aku pindah rumah. Aku tak sempat memberitahukan kabar kepindahanku pada Nesa. “Tapi aku akan meneleponya” pikirku. Tapi arrgghh handphoneku hilang raib dicuri saat aku ada dalam sebuah bis yang sesak. Aku tak ingat nomor telepon Nesa, aku tak bisa menghubungi dia. “Tak apalah, lain waktu aku akan datang kerumahnya” ungkapku dalam hati.

Enam bulan sudah aku tak bertemu dengan Nesa. Sejak kepindahanku dari rumah lamaku. Akupun belum sempat datang kerumah Nesa. Hari itu aku sedang tidak sibuk, aku datang menghampiri Nesa ke rumahnya. Kudapati saat itu, Nesa sedang asyik mengobrol dengan mamanya. Teriakan kencang dari mulut Nesa “ Arrgghhhh, Lira akhirnya kamu datang!!!!” sambil berlari Nesa memelukku. “kemana aja kamu ra (Lira. Red) , handphonemu tak pernah aktif, lalu kamu pindah kemana? Jahat!!! Tak mengabariku soal kepindahanmu!!” Pertanyaan Nesa yang bertubi-tubi. Aku hanya tertawa sambil memeluk erat tubuhnya, karena aku kangen berat.

Pertemuan dihari itu berakhir dengan sukacita. Kehidupan ku selama enam bulan aku ceritakan semua pada Nesa. Aku memberitahukan alamat rumah dan nomor handphoneku yang baru. Sejak itu, komunikasi kami terjalin kembali. Kedekatan yang sempat hilang kini aku dapati lagi. Aku bekerja disalah satu perusahaan swasta, disana aku mendapatkan teman-teman baru. Aku merasakan suasana yang baru saat bergaul dengan mereka. Banyak hal baru yang tak pernah aku tau selama ini dan aku dapat dari mereka. Aku menikmati dunia kerjaku tanpa keikutsertaan Nesa.

Aku adalah seorang yang taat beribadah. Bahkan karena hal itulah aku bisa bersahabat dengan Nesa. Aku percaya semua karena rencana Tuhan. Tapi, semuanya mulai berubah. Teman-temanku yang baru berbeda dengan Nesa. “Silahkan saja kamu beribadah, tapi jangan ketinggalan jaman ya, ikutlah bersama-sama dengan kami” ujar mereka. Aku tetap dengan pendirianku untuk taat beribadah dan mulai mengikuti gaya hidup mereka. “ Kurasa masih wajar, berkunjung ke bar, shopping di mall, sekali-sekali main ke clubbing” ungkapku dalam hati. Sejauh ini mereka masih positif.

Suatu hari keluargaku mendapat masalah keuangan. Usaha kami mengalami kebangkrutan. Orang tuaku stress, mereka mulai berjudi, kakakku jadi orang yang suka buat keonaran. Hatiku kacau, hatiku sedih sekali. Aku tak tahu harus berbuat apa. Untuk memperbaiki keadaan keluargaku, aku harus bekerja secara extra. Paling tidak sedikit membantu. Ya aku akan bekerja siang dan malam. Tiap hari aku ambil waktu untuk lembur hanya untuk mendapatkann uang tambahan.” AKu tak ingin keluargaku hancur” harapku dalam hati. Entah kenapa aku tak ingin memberitahukan hal ini pada Nesa. Aku merasa tak enak padanya. Sudah sangat sering aku merepotkannya, tak hanya dia tapi juga keluarganya. Kali ini aku akan menyelesaikannya sendiri.

Kesibukanku siang dan malam membuatku jarang bertemu dengan Nesa. Hanya komunikasi lewat telepon kami lakukan. Namun, pertemuan dengan teman-temanku yang sekarang ini semakin dekat kurasakan. Bahkan keadaan keluargakupun mereka tahu, karena mereka pernah bertanya dan kujawab. Hidup mereka yang glamour dan “tampak tak bermasalah” itulah mereka. Mereka care padaku, mereja juga sering mencoba menghibur aku. Kemana mereka pergi, selalu mengajakku untuk ikut dengan mereka. Suatu hari mereka membuat pesta kecil, private party istilah yang mereka berikan. Selama pesta berlangsung aku hanya membuat 10 tekukan diwajahku “ Kapan masalah keluargaku akan berlalu?” keluhku dalam hati. Suara musik, riuh gelak tawa teman-temanku menghiasi clubbing tempat kami berpesta. Salah seorang dari mereka berkata padaku, “Lira, coba minuman ini, pasti stressmu akan hilang”. Dengan nada pasti aku menjawab”Tidak !!!!” aku tak bisa minum minuman itu. (Ia menawariku minuman keras) .”Kalau begitu ini saja, hisaplah sebatang rokok. Paling tidak itu akan membuatmu relax. Entah apa yang ada dalam otakku saat itu, aku mengulurkan dan menarik kembali tanganku, antara kuambil atau tidak. Seruan mereka secara serempak “Ambil!!!!” Aku takluk, aku ambil dan kuhisap rokok itu. Ini adalah awal kehancuran hidupku.

Candu mungkin itu yang kualami. Hampir setiap saat aku ingin menghisap benda kecil itu. Hari-hariku dihiasi dengan asap kepulan dari benda kecil ini. Sampai keadaanku seperti ini, aku tak menghubungi Nesa sedikitpun. Aku tak mau melibatkan dia. Ini hidupku. Nesa adalah sabahat terbaik bagiku. Ia begitu sensitive dengan kondisi apapun dalam hidupku. Hari itu, tiba-tiba Nesa mendatangiku di kantor tempat aku bekerja. Tepat dikantin kantor, ia melihatku sedang beraksi dengan benda kecil itu dengan kepulan asap tebal. Secepat kilat tangan Nesa meraih rokok itu, membuangnya dan airmatanya jatuh menetes ditanganku. “Kenapa kau rusak dirimu dengan cara seperti ini Ra. Kenapa kamu tidak cerita padaku soal masalahmu (Ternyata Nesa datang kerumahku dan mengobrol dengan kedua orangtuaku). Bukankah kita sahabat ?” Sambil berlinang airmata, Nesa mengatakannya. “Maaf Nesa tapi aku tidak bisa merepotkanmu terus dengan masalah-masalahku!” jawabku. Sahut Nesa” kalau begitu aku bukanlah sahabatmu lagi. Kamu sudah tidak percaya lagi padaku. Pernahkah aku mengeluh dengan cerita-ceritamu selama ini? Kalau kamu masih mengganggapku sahabatmu, ceritakan semua masalahmu. Aku tak tahan melihat tangis Nesa saat itu, ia adalah sahabat terbaik bagiku, aku menceritakan semuanya pada Nesa. Dan satu pinta Nesa “Tolong jauhi benda kecil itu, demi hidupmu sendiri dan tolong jaga jarak dengan teman-temanmu itu”

Setelah cerita pada Nesa, aku merasa lega. Sekali lagi ia meyakinkanku bahwa aku tidak salah memilihnya sebagai sahabat. Kami mulai memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah keluargaku. Nesa menawariku bantuan. Ia punya sedikit uang yang cukup untuk dijadikan modal usaha kecil-kecilan. Aku menerimanya demikianpun keluargaku. Sekali lagi aku telah merepotkan Nesa. Modal yang diberikan Nesa sangat membantu pemulihan ekonomi keluargaku. Orangtuaku sudah tak lagi berjudi, kakakku mulai punya kesibukan membantu orang tuaku berjualan dipasar. Aku lega. Tapi aku tetap kerja siang dan malam. Aku tetap ingin membantu mereka dengan keringatku sendiri.

Kondisi keluargaku berangsur pulih, persahabatan kami pun semakin membaik. Tapi tidak dengan canduku pada benda kecil itu. Dibelakang Nesa dan keluargaku aku masih tetap menghisapnya. Sulit rasanya untuk menghilangkan kebiasaan ini. Pergaulanku dengan teman-temankupun masih tetap berjalan. Aku selalu ikut bergabung bersama-sama dengan mereka. Bahkan, tidak hanya itu beberapa diantara mereka sering bercerita tentang kehidupannya padaku.

Suatu malam, aku lembur bersama sorang temanku dikantor (Salah satu temanku yang suka nongkrong dibar). Ia seorang yang baik pikirku. Tak pernah aku dapati dia melakukan sesuatu yang tidak baik dimataku. Sehabis lembur ia mengajakku makan malam bersama. Disana dia bercerita tentang masalahnya. Aku mencoba menguatkan hatinya. Sejak dari situ kami semakin dekat. Semakin banyak waktu yang kami habiskan tak hanya dengan teman-teman yang lain, tapi waktu-waktu berduapun kami jalani. Soal kedekatanku dengan pria ini pun aku tak pernah cerita pada Nesa, karena aku tau Nesa tak suka aku bergaul terlalu dekat dengan mereka (Teman-teman kantor, Red). Saat aku bersama Nesa aku tak pernah bahas soal ini, begitu juga, saat aku bersama-sam dengan teman-teman kantor, aku tak pernah bahas soal Nesa. Aku seperti mempunyai dua dunia yang berbeda, dan aku menikmatinya.

Kedekatanku dengan lelaki itu (Randy, Red) semakin mendalam. Dan kami menjadi sepasang kekasih. Yang tau hanyalah aku dan teman-temanku itu. TIdak Nesa tidak juga keluargaku. Kurasa Tak ada yang berubah. Aku merasa Randy begitu peduli padaku. Aku selalu dibuatnya bahagia. Tapi, sampai aku menjadi kekasih Randy benda kecil mengepul itu semakin melekat padaku, Randy tak pernah melarangku bahkan miraspun telah aku cicipi, karena aku merasa tak enak jika Randy menawariku dan aku menolaknya. Hingga suatu malam, aku terlalu banyak minum minuman keras. Aku mabuk. Arrrgghhh, ketika aku bangun, aku lihat Randy ada disisiku. “Apa yang terjadi, apa yang aku lakukan bersama Randy ?” Aku menangis dan Randy hanya diam. Hal itu terjadi begitu cepat. Kesucianku terenggut L . Apa yang harus aku lakukan sekarang ? Bagaimana dengan keluargaku? Sejak kejadian itu, hubunganku dan Randy menjadi renggang. Murung itulah aku yang sekarang.

Aib ini tak bisa kututupi dalam waktu yang lama. Aku memutuskan untuk bercerita pada Nesa. Ya kurasa dia orang yang paling tepat. Menangis, ya hal itulah yang hanya bisa kulakukan. Aku ceritakan pada Nesa tentang semua yang aku alami. “Tidak !!!!! kamu pasti sedang bercanda Ra. Sudah ah, ini tidak lucu!” ujar Nesa. “TIdak Nes, aku serius. Aku sudah punya kekasih dan malam itu ketika aku mabuk, Randy merenggut kesucianku. Hidupku hancur sekarang. Aku sudah tak suci lagi, tak berharga lagi” jelasku pada Nesa. “Randy ? Siapa dia? Apa aku kenal dia? Aku tak pernah tau kamu punya kekasih!” sahut Nesa kembali. “maafkan aku Nes. Aku tau aku salah. Tak kudengar pintamu untuk menjauhi mereka (Teman-teman kantor, Red) aku masih bergaul dengan mereka dan Randy adalah salah satu dari mereka.” Jawabku. Tangisku dan tangis Nesa bercucuran seketika.itu. “Apa yang harus aku lakukan Nes?” tanyaku dalam sedih. Nasi sudah menjadi bubur, dapatkah aku memutar waktu? Dapatkah aku pulang ke tempat seharusnya aku ada. Aku menyesal. Aku telah menghancurkan hidupku dan masa depanku sendiri. Jawab Nesa “ aku akan ada didekatmu, aku akan mendukungmu, kita akan cari solusinya bersama. Keluargamu harus tau hal ini. Satu hal yang terpenting Kembalilah ke jalan Tuhan. Jauhi mereka! Dan mulai sekarang kamu harus selalu terbuka padaku.”

Guys..

Realita kehidupan diatas mungkin sudah tak asing lagi. Mungkin kita punya sahabat seperti Lira. Yang salah dalam memilih pergaulannya. Ia memiliki Nesa tapi hanya untuk satu bagian saja dalam hidupnya. Ia lebih memilih pergaulan yang memberikan nikmat sesaat. Lira menceburkan dirinya pada pergaulan yang selama ini tidak ia kenal, ia coba-coba tapi karena hal itu , masa depannya hancur. Matanya seperti tertutup dengan kenikmatan-kenikmatan yang dunia tawarkan, ia menolak larangan sahabatnya untuk keluar dari jalan yang salah. Nasi sudah jadi bubur, waktu tak dapat diulang. Jangan cobai dirimu jika kamu tidak kuat untuk masuk kedunia baru yang tidak positif. Karena pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik. Bahkan ia meninggalkan Tuhan. Jangan salah bergaul J Bersyukurlah jika kamu memiliki Nesa-nesa dalam hidupmu, yang mendukungmu tidak hanya dalam keadaan suka tapi juga keadaan duka. Dan miliki keterbukaan dalam persahabatanmu karena keterbukaan adalah awal dari pemulihan. Karena seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesusahan.

By. Kristin Natalia A

..20.04.2010..

No comments:

Post a Comment